Shining Star by Jikyonee
Gendre : Friendship.
“Ayo! Cepat kesini” ucap Kaze setengah berteriak mengabaikan
temannya berlari dengan nafas yang terputus-putus. Kaze meloncat-loncat gembira
sambil mangangkat teropong mini di tangan kanannya dengan erat. Tak lama
kemudian temannya yang bernama Yame telah sampai ke bukit. Ia terengah-engah
sambil berlutut. Keringat di pelipisnya bercucuran.
“Hosh..Hosh... kamu cepat sekali Kaze.” Ia menatap Kaze
dengan mata sayunya.
“Kamu saja yang terlalu lemah.” Kaze mengatakan dengan
terselip nada meremehkan. Kemudian ia mengulurkan tangannya membantu tubuh Yame
untuk berdiri lagi.
Mereka masih anak-anak. Masih bocah antara 8 tahunan. Kaze
sangat menyukai benda-benda disekitar langit. Sedangkan Yame adalah
tetangganya, menyukai hal yang sama. Kaze meyakinkan dirinya bahwa ia akan
menjadi astronot ketika sudah besar. Ketika ditanya hal yang sama Yame akan
menjadi ilmuan yang berguna bagi bangsa dan negara. Jika sudah menyangkut
benda-benda langit Kaze akan tertarik. Sangat tertarik. Didalam kamarnya sudah
dihias dengan 9 planet yang mengagumkan.
Kaze mulai mengamati langit senja yang menampilkan bintang
kejora. Ia merebahkan tubuhnya supaya bisa menatap langit dengan leluasa. 10
menit berlalu, langit sudah mulai menggelap. Lampu-lampu rumah di bawah bukit
mulai menyala. Menambahkan kesan yang sangat indah jika dilihat di atas bukit.
Yame mulai mengamati langit dengan teleskopnya.
“Apa kamu telah melihat sesuatu, Yame?”
Yame menggeleng “Belum”
Galaksi Bimasakti telah muncul. Menerangi beberapa kota
dibumi. Bintang-bintang berhamburan dengan cahaya-cahayanya. Sangat memanjakan
mata.
Merasa bosan dan lapar karena mereka melewati makan malam
yang berharga. Mereka beranjak dari bukit itu dan segera pulang karena batas
jam mengamati mereka hanya sampai jam 7 malam. Dan ingat, mereka masih
anak-anak.
.
“Anak-anak, hari ini kita akan mengerjakan tugas menggambar.
Apakah semuanya membawa buku gambar dan crayon?” ibu guru menatap semua
muridnya dengan penuh harap.
“Ya, bu” mereka menjawab serempak tanpa memperdulikan
lengkingan mereka yang memekakkan telinga.
“Baik semuanya.” Ibu guru bertepuk tangan dua kali. “Gambar
kalian harus dikumpul selama 2 jam kedepan. Apa kalian mengerti?”
Kaze sudah memikirkan rencana apa yang akan digambarnya
nanti. Tentu saja, tidak jauh-jauh dari hal yang berbau benda-benda langit. Ia
mengambil buku gambar dan pensil terlebih dahulu. Pertama yang ia gambar adalah
bentuk lingkaran meskipun lingkaran yang tidak terlalu bagus namun itu telah
membuat Kaze terlihat puas.
Tiba-tiba seorang perempuan menghampirinya dengan gaya
angkuh “Menggambar planet lagi, huh?” kemudian ia rampas buku gambar Kaze
dengan sekali cekatan. Ia membolak-balikkan kertas buku gambar itu dengan
sedikit kasar. “Lihat! Buku ini sudah penuh dengan hal-hal yang sama seperti
sebelumnya. Bisakah kamu mengubahnya? Jika ibu guru melihat ini mungkin ia
sudah bosan melihat gambaranmu yang sangattttt jelek” perempuan itu menjulurkan
lidahnya dan nada meremehkan yang kentara sekali. Ucapan dan tingkah perempuan
itu membuat Kaze geram. Kata-katanya menusuk langsung ke ulu hatinya. Kaze
mengepalkan tangannya menahan amarah.
“ini adalah gambar yang kubuat dengan sepenuh hati.
Bisa-bisanya kamu berkata demikian?” Kaze mencoba berbicara tenang. Ia sudah
tidak tahan dengan kelakuan perempuan ini. “Bukankah kamu juga menggambar
dengan hal-hal yang sama? Barbie? Jika kulihat dengan mataku sendiri itu adalah
gambaran paling menjijikkan yang pernah kulihat! Seperti kotoran sapi!”
Teman-temannya yang mendengar perdebatan keduanya ini,
langsung meledakkan tawa mereka. Perempuan yang mengejek Kaze terdiam dan malu.
Air dipelupuk matanya menggenang hendak jatuh. Perempuan itu langsung pergi ke
bangkunya sambil menangis tersedu-sedu.
Kemudian Kaze melanjutkan kegiatan menggambarnya yang belum
sempurna. Waktu lima belas menit sudah terbuang untuk hal yang tak berguna. Ia
harus cepat-cepat menyelesaikan sebelum waktu bel pulang sekolah berbunyi.
.
“Yame! Lihat apa yang aku dapatkan!”
Yame segera bergegas ke teras rumah Kaze. “Lihat! Apa kamu
tau makhluk apa ini?”
Yame melihat secara seksama. Itu adalah seekor binatang
kecil. “wajahnya seperti alien” Yame berkata demikian karena wajahnya seperti
alien yang ia lihat dikartun favoritnya. Padahal itu adalah seekor belalang.
“Bagaimana alien kecil ini kita simpan di toples? Aku
percaya binatang ini dari planet Mars! Ini adalah bianatang langka!” ucap Kaze
menggebu-gebu.
Yame segara berbalik kerumahnya untuk mengambil toples untuk
alien kecil mereka, ia berjalan ke dapur sampai ibunya bertanya ada apa.
Sebelum ia menjawab pertanyaan ibunya ia sudah mendapatkan toples dan langsung
pergi ke teras Kaze lagi.
Setelah meletakkan alien kecil mereka di toples. Kaze
membuka suara “Apa kamu tau makanan apa yang dimakan oleh alien ini nanti?”
Yame mulai berpikir menekukkan kepalanya ke atas langit. “Mungkin sejenis sayuran
seperti wortel” ucap Yame sedikit ragu.
“Benarkah?” Kaze mulai meyakinkan jawaban Yame.
Dan yame hanya mengangguk mengiyakan.
.
Keesokkan harinya mereka memberi sedikit wortel kepada alien
kecil mereka. Mereka menunggu selama kurang lebih dua puluh menit untuk
menunggu alien kecil mereka memakan wortel tersebut.
“Kurasa jawabanmu salah, Yame. Lihat, ia bahkan tidak
memakan apapun. Wortel pun tidak” Kaze memincingkan matanya menatap Yame.
“Err... mungkin tunggu sekitar tiga puluh menit lagi” jawab
Yame meyakinkan temannya.
Dan mereka pun menunggu selama tiga puluh menit namun si
alien kecil itu tak kunjung menyentuh wortel sedikitpun.
.
Ketika senja datang. Kaze dan Yame memulai mendaki bukit di
dekat rumah mereka. Tentu saja untuk mengamati langit lagi. Ketika jam
menunjukkan enam lewat tiga puluh menit di pergelangan tangan Yame, galaksi
Bimasakti mulai muncul. Bintang-bintang sudah banyak yang muncul. Termasuk
bintang kejora yang terlihat terang dengan mata telanjang.
“Apa kamu membawa peta rasi bintang, Kaze?”
Kaze menepuk dahinya tanda ia lupa membawanya. “sayangnya,
aku tidak ingat. Hahaha”
“Aku membawanya kok!”
Suara perempuan mengagetkan mereka berdua. Mereka menoleh
kebelakang dan Kaze yang melihat perempuan itu terkejut. “mau apa kamu kesini?”
desisnya tak senang dengan kehadiran perempuan itu.
“Kaze, kamu kenal dia?”
“Dia tem—bukan, dia musuhku dikelas.”
Perempuan yang mengejek Kaze itu mulai mendekati mereka
berdua. “Untuk yang kemaren, aku minta maaf atas kelakuan terburukku. Dan
setelah mengejekmu kemaren, ternyata aku termakan omonganku sendiri.”
Kaze dan Yame menatap perempuan itu tidak mengerti. Melihat
hal tersebut perempuan itu langusng menambahkan “Aku sekarang menyukai
benda-benda langit.” Ia menunduk malu.
Kaze yang mendengar itu langsung tersenyum penuh arti.
Kejadian memalukan ini telah dilihat oleh bintang Sirius yang menerangi malam
itu.
Perempuan itu menatap Yame dan menyerahkan peta rasi itu.
“Namaku Hara.”
“Hara, Bisakah kamu melihat dimana bintang Sirius berada?”
ucap Yame. Hara mulai mengarahkan pandangannya ke segala arah di langit malam
dan tak lama kemudian ia mengangkat tangannya “Itu, Disana! Yang paling
terang.”
“Yep. Sangat indah bukan?”
“Ya. Sangat indah. Aku menyukainya” Hara tertawa kecil. Dan
selang beberapa detik Kaze dan Yame juga tertawa bersama.
Pada saat itu juga, mereka tidak tahu bahwa alien kecilnya
telah mati di dalam toples.
0 komentar:
Posting Komentar