Copyright © LuDeer
Design by Dzignine
Kamis, 12 Februari 2015

No Title





Jarum jam pendek sudah mengarah ke angka 4. Terik matahari sore sangat terasa, namun itu tidak berdampak pada mereka. Sofia dan Jean
“Apa yang sedang kamu pikirkan?”
Jean menoleh ketika di ajak bicara. Mengerutkan keningnya tanda tidak paham. “Apa maksudmu, Sofia?”
“Kamu melamun.”
“Tidak mungkin.” Ia bergumam namun gumaman itu terdengar jelas di pendengaran Sofia.
“Katakan padaku apa yang mengganggu pikiranmu?” Sofia mendekatkan duduknya, siap mendengarkan keluhan Jean. Jean tidak menjawab, malah ia sedang bergelut dengan pikirannya lagi.
“Sebentar lagi kita lulus sekolah menengah.” Ada jeda sedikit, menghela nafas. “Aku... rasanya berat meninggalkan sekolah ini.”
“Ya, aku juga sependapat denganmu. Tapi kita tidak bisa sekolah disini terus menerus, bukankah begitu?”
Jean menghela nafas lagi. Kali ini dengan kasar. Apa yang dikatakan Sofia memang benar. Dia tidak bisa terus menerus sekolah menengah pertama. Perjalanan untuk menuju masa depan yang cerah masih panjang dan penuh pengorbanan. Tapi dia tidak bisa seperti Sofia yang mempunyai tujuan hidup yang jelas.
“Ya, aku tau.”
Ya, tentu dia sangat tau. Tapi nyatanya, ia tidak tau arah tujuan hidupnya kemana nanti.
.
.
Kelas ribut setelah mendapatkan brosur  sekolah menengah atas. Mereka membicarakan jurusan yang akan dimasuki dari mereka masing-masing. Dilihat dari pembicaraan mereka. Mereka tentu punya rencana untuk masa depan. Mereka akan memasuki jurusannya sesuai minat masing-masing.
Tidak berapa lama, Sofia mendekat ke arah Jean.
“Apa kamu sudah mendapatkan brosurnya?” Ia bertanya dengan nada antusias sambil menunjukkan brosurnya pada Jean.
“Tidak, aku tidak tertarik.”                                               
Jawaban Jean membuat Sofia terdiam.
“Kenapa?”
“Entahlah. Aku tidak mempunyai minat apapun dan bakatku tidak ada.”
“Hei, alasan macam apa itu? apa kamu ingin putus sekolah?”
Mendengar kalimat yang berucap di bibir Sofia membuat dirinya naik darah. “Aku tidak mungkin seperti itu!”
“Lantas bagaimana? Apakah kamu tidak mempunyai rencana apapun?”
Jean mengangguk lemah. Sofia yang melihat temannya seperti itu merasa iba. “lihatlah brosur ini! Ada bermacam-macam jurusan! Mungkin diantara jurusan itu kamu akan mililihnya.”
Jean mengambil brosur tersebut dan membacanya. Yeah, seperti Sofia bilang. Memang banyak jurusan disana. Tapi
“Tidak ada yang menarik minatku.” Ia menutup brosur itu. ia terlalu bingung. Ia tidak percaya diri. Ia takut. Ia takut mencoba sesuatu. Ia takut pada suatu saat nanti ia menjadi gagal.
“Bagaimana bisa begitu? Jika aku jadi kamu aku tidak akan seperti itu.”
“Sayangnya, aku bukan dirimu Sofia.” Ia terkekeh.
“cobalah baca lagi. Mungkin ada jurusan yang tertinggal dari penglihatanmu.”
“Tidak. Terima kasih.”
Jean harus mencuci mukanya kali ini. Ia sedikit pusing. Ia pun beranjak dari bangku tempat duduknya dan berjalan ke tempat wastafel.
 .
.
Setelah sampai di tempat wastafel. Ia mulai memikirkan beberapa jurusan yang sedikit menarik perhatiannya.
Akutansi.
Tidak. Ia benci angka.
Tata boga.
Ia tidak bisa memasak.
Lalu apa lagi?
Tapi kali ini ia harus yakin. Ya, harus.
Ia harus mencoba jurusan—
Tata boga
Well. Meskipun ia tidak bisa memasak apa salahnya mencoba terlebih dahulu? Tidak. Bukan mencoba tapi sesuatu yang mengarahkan hidup ke jalan yang lebih terang.
.
Kita tidak tau apakah masa depan kita sukses atau sebaliknya. Bahkan kita tidak tau apakah besok terjadi sesuatu atau tidak. Kita tidak tau dan tidak bisa memprediksi dengan baik. Kita hanya bisa  menjalani hidup dengan baik dan positif. Ya, kita hanya menjalani takdir Tuhan sebenarnya bagaimana. Kita boleh mengkhayal sesuatu yang membuat kita merasa bahagia. Tapi apakah itu nyata? Tidak itu hanya khayalan manusia semata. Kita hanya boleh menaati dan menjalani perintah Tuhan. Dan kita hanya diberi kesempatan hidup satu kali. Jangan sia-siakan perjalanan hidupmu yang berharga. Bahagiakan orang-orang disekelilingmu.
Well, dengan cerita ini mudah-mudahan salah satu dari kamu bisa mendapatkan gambaran nanti mau jadi apa wekwekwek.

0 komentar:

Posting Komentar