Jarum jam pendek sudah mengarah ke angka 4. Terik matahari
sore sangat terasa, namun itu tidak berdampak pada mereka. Sofia dan Jean
“Apa yang sedang kamu pikirkan?”
Jean menoleh ketika di ajak bicara. Mengerutkan keningnya
tanda tidak paham. “Apa maksudmu, Sofia?”
“Kamu melamun.”
“Tidak mungkin.” Ia bergumam namun gumaman itu terdengar
jelas di pendengaran Sofia.
“Katakan padaku apa yang mengganggu pikiranmu?” Sofia mendekatkan
duduknya, siap mendengarkan keluhan Jean. Jean tidak menjawab, malah ia sedang
bergelut dengan pikirannya lagi.
“Sebentar lagi kita lulus sekolah menengah.” Ada jeda
sedikit, menghela nafas. “Aku... rasanya berat meninggalkan sekolah ini.”
“Ya, aku juga sependapat denganmu. Tapi kita tidak bisa
sekolah disini terus menerus, bukankah begitu?”
Jean menghela nafas lagi. Kali ini dengan kasar. Apa yang
dikatakan Sofia memang benar. Dia tidak bisa terus menerus sekolah menengah
pertama. Perjalanan untuk menuju masa depan yang cerah masih panjang dan penuh
pengorbanan. Tapi dia tidak bisa seperti Sofia yang mempunyai tujuan hidup yang
jelas.
“Ya, aku tau.”
Ya, tentu dia sangat tau. Tapi nyatanya, ia tidak tau arah
tujuan hidupnya kemana nanti.
.
.
Kelas ribut setelah mendapatkan brosur sekolah menengah atas. Mereka membicarakan
jurusan yang akan dimasuki dari mereka masing-masing. Dilihat dari pembicaraan
mereka. Mereka tentu punya rencana untuk masa depan. Mereka akan memasuki
jurusannya sesuai minat masing-masing.
Tidak berapa lama, Sofia mendekat ke arah Jean.
“Apa kamu sudah mendapatkan brosurnya?” Ia bertanya dengan
nada antusias sambil menunjukkan brosurnya pada Jean.
“Tidak, aku tidak
tertarik.”
Jawaban Jean membuat Sofia terdiam.
“Kenapa?”
“Entahlah. Aku tidak mempunyai minat apapun dan bakatku
tidak ada.”
“Hei, alasan macam apa itu? apa kamu ingin putus sekolah?”
Mendengar kalimat yang berucap di bibir Sofia membuat
dirinya naik darah. “Aku tidak mungkin seperti itu!”
“Lantas bagaimana? Apakah kamu tidak mempunyai rencana
apapun?”
Jean mengangguk lemah. Sofia yang melihat temannya seperti
itu merasa iba. “lihatlah brosur ini! Ada bermacam-macam jurusan! Mungkin
diantara jurusan itu kamu akan mililihnya.”
Jean mengambil brosur tersebut dan membacanya. Yeah, seperti
Sofia bilang. Memang banyak jurusan disana. Tapi—
“Tidak ada yang menarik minatku.” Ia menutup brosur itu. ia
terlalu bingung. Ia tidak percaya diri. Ia takut. Ia takut mencoba sesuatu. Ia
takut pada suatu saat nanti ia menjadi gagal.
“Bagaimana bisa begitu? Jika aku jadi kamu aku tidak akan seperti
itu.”
“Sayangnya, aku bukan dirimu Sofia.” Ia terkekeh.
“cobalah baca lagi. Mungkin ada jurusan yang tertinggal dari
penglihatanmu.”
“Tidak. Terima kasih.”
Jean harus mencuci mukanya kali ini. Ia sedikit pusing. Ia pun
beranjak dari bangku tempat duduknya dan berjalan ke tempat wastafel.
.
.
Setelah sampai di tempat wastafel. Ia mulai memikirkan beberapa
jurusan yang sedikit menarik perhatiannya.
Akutansi.
Tidak. Ia benci angka.
Tata boga.
Ia tidak bisa memasak.
Lalu apa lagi?
Tapi kali ini ia harus yakin. Ya, harus.
Ia harus mencoba jurusan—
Tata boga
Well. Meskipun ia tidak bisa memasak apa salahnya mencoba terlebih
dahulu? Tidak. Bukan mencoba tapi sesuatu yang mengarahkan hidup ke jalan yang
lebih terang.
.
Kita tidak tau apakah masa depan kita sukses atau sebaliknya.
Bahkan kita tidak tau apakah besok terjadi sesuatu atau tidak. Kita tidak tau
dan tidak bisa memprediksi dengan baik. Kita hanya bisa menjalani hidup dengan baik dan positif. Ya,
kita hanya menjalani takdir Tuhan sebenarnya bagaimana. Kita boleh mengkhayal
sesuatu yang membuat kita merasa bahagia. Tapi apakah itu nyata? Tidak itu
hanya khayalan manusia semata. Kita hanya boleh menaati dan menjalani perintah
Tuhan. Dan kita hanya diberi kesempatan hidup satu kali. Jangan sia-siakan
perjalanan hidupmu yang berharga. Bahagiakan orang-orang disekelilingmu.
Well, dengan cerita ini mudah-mudahan salah satu dari kamu bisa
mendapatkan gambaran nanti mau jadi apa wekwekwek.
0 komentar:
Posting Komentar